Thursday, March 15, 2007

CRASH & BABEL

Ketika kecurigaan melahirkan kedukaan

“and the pain, taste the same”

Gw inget lirik ini tapi lupa siapa yang nyanyi (mungkin Roxette). Mungkin itulah yang ingin disampaikan ke-2 film ini. Crash yang mengangkat maslah rasis dan Babel yang mengangkat masalah system memiliki kesamaan dalam menyampaikan perasaan sakit yang dialami orang-orang dari ras manapun. Sewaktu banyak orang mencela Crash dan lebih mengunggulkan Broke back Mountain gw cuman bingung aja dengan kemauan kritikus film, tapi setelah mereka mengkritik habis-habisan The Da Vinci Code dan memuja sosok James Bond yang baru gw cuman bilang “go to hell!”. Crash memberi pesan moral yang dalam kepada semua pihak untuk tidak mudah berprasangka buruk kepada orang lain hanya karena melihat perbedaan warna kulit.

Pelecehan seksual dialami seorang wanita kulit hitam (Tandie Newton) sewaktu dia dan suaminya diberhentikan oleh polisi kulit putih (Matt Dillon), bukannya sang suami membela istrinya tapi dia lebih memilih diam karena tidak ingin ber-urusan panjang. Orang yang melecehkan ini justru orang yang menyelamatkan hidupnya ketika mengalami kecelakaan, gw suka banget acting Thandie ketika dia mengalami pergolakan batin dimana di satu sisi nyawanya butuh pertolongan tapi di sisi yang lain dia juga tidak mau ditolong orang yang telah melecehkannya. Kecugiaan terhadap keturunan arab juga digambarkan dengan baik di film ini, walaupun sebenarnya pemilik toko itu orang Persia namun dia selalu dimusuhi oleh kelompok yang membenci orang Arab akibat peristiwa 9/11. Kemarahan akibat gangguan-gangguan yang ia alami dia tumpahkan kepada pria kulit hitam, seorang tukang kunci yang tidak beres kerjanya sehingga tokonya di rusak. Pemilik toko inipun mendatangi rumah pria kulit hitam ini dengan berbekal pistol.

Dalam film Babel, ada 3 lokasi yang jadi plot cerita yaitu Maroko, Meksiko dan Jepang, ketiganya sebenarnya tidak terjadi dalam waktu bersamaan, namun sang sutradara (Alejandro??) merunutkannya secara acak sehingga di akhir film gw cuman bengong, ooo…jadi awalnya gini to. Titik sentral cerita ini adalah pada sebuah system dengan pelaksana utama POLISI. System yang sebenarnya dibuat untuk memudahkan manusia justru melahirkan keruwetan akibat sang pelaksana terlalu otoriter dan textbook.

Polisi di Maroko dengan arogan menginterogasi penduduk pemilik pistol yang digunakan untuk menembak istri Richard (Brad Pitt) dan dengan brutal menembaki 3 tersangka kasus penembakan yang akhirnya justru menewaskan anak yang tidak bersalah. Penggambaran media yang selalu ingin terdepan dalam berita dan memberitakan tanpa konfirmasi menyebabkan berita yang menyebar adalah isu teroris, padahal sebenarnya hanya seorang anak kecil yang dengan pikiran pendeknya hanya ingin menunjukkan kemampuan senjata barunya. Rombongan turis Amerika benar-benar khas Amerika, individualis & memikirkan kepentingan sendiri, sehingga bukannya beramahtamah dengan penduduk setempat untuk minta air selagi menunggu bantuan ambulan datang tapi mereka justru ketakutan dan meninggalkan Ricard.

Polisi Amerika yang bertugas diperbatasan Meksiko dengan keangkuhan dan paranoid berlebihan tunduk patuh pada sistem dan mengakibatkan pengasuh terpaksa berpisah dengan anak-anak yang dia asuh sejak kecil. Betapa menyedihkannya bagi wanita meksiko ini, setelah apa yang ia perbuat justru membuatnya kehilangan anak asuhnya. Wanita ini pergi ke Meksiko dengan membawa 2 anak asuhnya, Mike & Debbie (mirip Dakota fanning, apa adiknya??) karena orangtuanya sedang berlibur dan terlambat pulang. Rachel sebagai kerabat tidak bisa mengirimkan pengasuh pengganti (busyett sodara apaan ini) dan tetangganya tidak bisa dititipin anak barang sehari, oh gosh… ini tak terjadi kalo di Indonesia. Karena paginya Mike ada pertandingan bola, maka selesai acara merekapun kembali ke Amerika. Namun kecurigaan berlebihan polisi dan ketakutan berlebihan dari keponakannya yang mengantar pulang justru membuatnya dan 2 anak asuhnya terdampar di tengah hamparan padang luas dan panas tanpa bekal apapun.

Polisi yang menggunakan hati nurani dalam bertugas diperlihatkan di Jepang. Inspektur polisi Kenji yang sebenarnya mencari ayah Chieko atas kepemilikan senjata justru dapat membantu Chieko yang mengalami trauma akibat kematian ibunya dan perasaan terabaikan/tersingkirkan karena dia tuli. Chieko sosok pemarah, walapun ayahnya sangat perhatian tapi dia membenci ayahnya. Sebagai seorang gadis dia juga ingin dicintai dan diinginkan cowok, tapi ia tidak bisa mendapatkannya. Cowok yang disukainya langsung mundur begitu tahu Chieko tuli, cowok yang menerimanya dan mengenalkannya pada whisky, obat-obatan dan clubbing ternyata memilih teman chieko. Di tengah keputusasannya dia menghubungi inspektur Kenji. Gw ga’ memuji keberanian artis jepang ini atas keberaniannya bugil dalam waktu yang cukup lama dan di shoot dari depan, menurutku itu berlebihan, tapi gw suka cara sutradanya membuat suasana clubbing yang hingar bingar dari sisi Chieko yang tuli.

Kepedihan yang dialami setiap tokoh dalam ke-2 film ini sangat mewakili keadaan nyata yang terjadi saat ini. Betapa kecurigaan berlebihan melahirkan banyak kesusahan. Mengapa tidak mengkomunikasikan dengan kepala dingin? Mungkin itu pertanyaan yang ingin disampaikan ke-2 film ini. Ya, komunikasi, itu yang terpenting, komunikasi dengan kepala dingin tanpa prasangka buruk!

No comments: