Friday, March 16, 2007

Inside MAN & CHAOS

Ketika kejahatan tidak bisa dinilai dari apa yang dilihat


Ke-2 film tentang perampokan bank ini sangat menarik dan gw sangat merekomendasikan para polisi untuk menontonnya sehingga tidak perlu ribut men-somasi polisi tidur atau menceramahi wartawan yang hanya mengangkat "bad cops is a good news". Ngapain para polisi indonesia ini kebakaran pentungan (setau gw mereka ga' punya jenggot) gara-gara pemberitaan yang negatif, polisi di film-film belahan negara manapun sering digambarkan sisi jahatnya toh tidak ada tuntutan apapun. Siapa yang sebenarnya tidak cerdas, masyarakat sebagai konsumen atau polisi sebagai pelaku. Bapak polisi yang
ingin terhormat, marilah sama-sama kita lihat adegan demi adegan dalam film ini.

Inside Man menceritakan tentang perampokan bank yang sudah direncanakan sangat matang oleh si ganteng nan rupawan Clive Owen, ia dan kelompoknya merampok Bank yang dimiliki keturunan Yahudi, Christopher Plummer. Perampokan ini sempurna karena semua berjalan dibawah kendali Owen, dia bisa mengendalikan sandera yang terdiri dari pegawai dan nasabah bank dan hebatnya tanpa disadari para polisi dia juga mengendalikan mereka. Detektiv yang sedang bermasalah dengan penggelapan uang, Denzel Washington ditugaskan memimpin jalannya negosiasi dengan perampok. Lihatlah kerapihan kepolisian NYPD dalam menangani perampokan, semua berjalan dalam satu komando, peralatan dipersiapkan dengan baik, pendeteksi bom, ambulance, pemadam kebakaran dan bus yang akan digunakan mengangkut sandera semua "on position". Mereka mengutamkan keselamatan sandera sehingga tidak gegabah dalam menegosiasikan pembebasan sandera. Perampokan yang mengincar berlian ternyata menemukan bukti hubungan Christopher Plummer dengan Nazi diawal karirnya dalam membangun bank, apabila ini menyebar maka jatuhlah kesuksesan Plummer. Untuk mencegah beredarnya dokumen tersebut diutuslah Joddie Foster negosiator ulung yang dekat dengan pejabat.

Ketika penyerbuan akan dilakukan tiba-tiba terjadi ledakan dan semua sandera keluar, tapi yang mengejutkan polisi semua menggunakan seragam yang sama sehinga tidak bisa dibedakan mana penjahat dan mana sandera. Interogasi-pun dilakukan ke semua orang, kondisi bank digeledah dan kejutan lainpunmuncul. Tidak ada yang tercuri baik uang maupun simpanan brangkas, tidak ada pembunuhan sandera dan hanya ada senjata mainan. Denzel mencium ada yang tidak beres sehingga ia terus menyelidiki, hingga akhirnya ia berhasil menemukan box yang tidak terdaftar dan didalamnya ada berlian cartier dengan satu petunjuk "follow this ring". Perampokan itu memang terjadi, puluhan mungkin ratusan berlian ada dalam kotak itu dan lihatlah
kegantengan Clive Owen yang membuktikan dia berhasil keluar lewat pintu depan bank tanpa dicurigai satu orangpun dengan menyelipkan satu berlian untuk Denzel agar bisa meminang pacarnya.

Chaos juga bercerita tentang perampokan bank yang dilatarbelakangi balas dendam dari wesley Snipes sang pemimpin perampokan kepada Jason Stathamp yang telah membunuh adiknya dalam sebuah pengejaran penjahat yang juga mengakibatkan tewasnya sandera dan jasonpun diberhentikan dari kepolisian. Prosedur kepolisian dalam menangani perampokan juga sama dengan yang terjadi dalam "inside man", semua bertindak sesuai prosedur, berpikiran jernih dan selalu menyiapkan perlengkapan untuk kejadian terburuk. Perampok dalam Chaos juga berhasil kabur, dan seperti "inside man" juga tanpa barang curian satu lembarpun. Berkat rekaman video ada penjahat yang dikenali sehingga mengantarkan Jason yang ditemani Ryan Phillips detektiv baru, mulai mengungkap kasus ini.

Kepintaran Ryan dalam menangkap pesan yang disampaikan perampok "Chaos Theory" semakin memudahkan pengejaran. Satu demi satu bukti terungkap, seorang polisi yang diduga mendalangi perampokan tewas dibunuh, lokasi pertemuan perampokan terlacak dan disaat penggerebekan inilah Jason tewas ketika bom meledakkan tempat pertemuan itu. Ryan terus mengejar Wesley dan berhasil membunuhnya, tapi temuan aliran dana yang terus mengalir acak dari rekening bank akibat adanya virus yang menyebar stelah dilakukan pemutusan aliran listri sewaktu pengepungan di bank justru mengantarkannya apda temuan yang sangat mencengangkan.

Yang gw makin suka dari ke-2 film ini adalah penjahatlah yang keluar sebagai pemenang. Jadi bapak-bapak polisi yang
ingin terhormat, tidak usahlah menyemprot sana sini kalau ada kegagalan, yah qt juga maklum untuk otak polisi berharga minimal 60 jt pasti susahlah membongkar sebuah kasus, yang penting kerja sesuai prosedur jangan sruduk kanan kiri buat mengembalikan pinjaman 60 jt itu:)

Thursday, March 15, 2007

CRASH & BABEL

Ketika kecurigaan melahirkan kedukaan

“and the pain, taste the same”

Gw inget lirik ini tapi lupa siapa yang nyanyi (mungkin Roxette). Mungkin itulah yang ingin disampaikan ke-2 film ini. Crash yang mengangkat maslah rasis dan Babel yang mengangkat masalah system memiliki kesamaan dalam menyampaikan perasaan sakit yang dialami orang-orang dari ras manapun. Sewaktu banyak orang mencela Crash dan lebih mengunggulkan Broke back Mountain gw cuman bingung aja dengan kemauan kritikus film, tapi setelah mereka mengkritik habis-habisan The Da Vinci Code dan memuja sosok James Bond yang baru gw cuman bilang “go to hell!”. Crash memberi pesan moral yang dalam kepada semua pihak untuk tidak mudah berprasangka buruk kepada orang lain hanya karena melihat perbedaan warna kulit.

Pelecehan seksual dialami seorang wanita kulit hitam (Tandie Newton) sewaktu dia dan suaminya diberhentikan oleh polisi kulit putih (Matt Dillon), bukannya sang suami membela istrinya tapi dia lebih memilih diam karena tidak ingin ber-urusan panjang. Orang yang melecehkan ini justru orang yang menyelamatkan hidupnya ketika mengalami kecelakaan, gw suka banget acting Thandie ketika dia mengalami pergolakan batin dimana di satu sisi nyawanya butuh pertolongan tapi di sisi yang lain dia juga tidak mau ditolong orang yang telah melecehkannya. Kecugiaan terhadap keturunan arab juga digambarkan dengan baik di film ini, walaupun sebenarnya pemilik toko itu orang Persia namun dia selalu dimusuhi oleh kelompok yang membenci orang Arab akibat peristiwa 9/11. Kemarahan akibat gangguan-gangguan yang ia alami dia tumpahkan kepada pria kulit hitam, seorang tukang kunci yang tidak beres kerjanya sehingga tokonya di rusak. Pemilik toko inipun mendatangi rumah pria kulit hitam ini dengan berbekal pistol.

Dalam film Babel, ada 3 lokasi yang jadi plot cerita yaitu Maroko, Meksiko dan Jepang, ketiganya sebenarnya tidak terjadi dalam waktu bersamaan, namun sang sutradara (Alejandro??) merunutkannya secara acak sehingga di akhir film gw cuman bengong, ooo…jadi awalnya gini to. Titik sentral cerita ini adalah pada sebuah system dengan pelaksana utama POLISI. System yang sebenarnya dibuat untuk memudahkan manusia justru melahirkan keruwetan akibat sang pelaksana terlalu otoriter dan textbook.

Polisi di Maroko dengan arogan menginterogasi penduduk pemilik pistol yang digunakan untuk menembak istri Richard (Brad Pitt) dan dengan brutal menembaki 3 tersangka kasus penembakan yang akhirnya justru menewaskan anak yang tidak bersalah. Penggambaran media yang selalu ingin terdepan dalam berita dan memberitakan tanpa konfirmasi menyebabkan berita yang menyebar adalah isu teroris, padahal sebenarnya hanya seorang anak kecil yang dengan pikiran pendeknya hanya ingin menunjukkan kemampuan senjata barunya. Rombongan turis Amerika benar-benar khas Amerika, individualis & memikirkan kepentingan sendiri, sehingga bukannya beramahtamah dengan penduduk setempat untuk minta air selagi menunggu bantuan ambulan datang tapi mereka justru ketakutan dan meninggalkan Ricard.

Polisi Amerika yang bertugas diperbatasan Meksiko dengan keangkuhan dan paranoid berlebihan tunduk patuh pada sistem dan mengakibatkan pengasuh terpaksa berpisah dengan anak-anak yang dia asuh sejak kecil. Betapa menyedihkannya bagi wanita meksiko ini, setelah apa yang ia perbuat justru membuatnya kehilangan anak asuhnya. Wanita ini pergi ke Meksiko dengan membawa 2 anak asuhnya, Mike & Debbie (mirip Dakota fanning, apa adiknya??) karena orangtuanya sedang berlibur dan terlambat pulang. Rachel sebagai kerabat tidak bisa mengirimkan pengasuh pengganti (busyett sodara apaan ini) dan tetangganya tidak bisa dititipin anak barang sehari, oh gosh… ini tak terjadi kalo di Indonesia. Karena paginya Mike ada pertandingan bola, maka selesai acara merekapun kembali ke Amerika. Namun kecurigaan berlebihan polisi dan ketakutan berlebihan dari keponakannya yang mengantar pulang justru membuatnya dan 2 anak asuhnya terdampar di tengah hamparan padang luas dan panas tanpa bekal apapun.

Polisi yang menggunakan hati nurani dalam bertugas diperlihatkan di Jepang. Inspektur polisi Kenji yang sebenarnya mencari ayah Chieko atas kepemilikan senjata justru dapat membantu Chieko yang mengalami trauma akibat kematian ibunya dan perasaan terabaikan/tersingkirkan karena dia tuli. Chieko sosok pemarah, walapun ayahnya sangat perhatian tapi dia membenci ayahnya. Sebagai seorang gadis dia juga ingin dicintai dan diinginkan cowok, tapi ia tidak bisa mendapatkannya. Cowok yang disukainya langsung mundur begitu tahu Chieko tuli, cowok yang menerimanya dan mengenalkannya pada whisky, obat-obatan dan clubbing ternyata memilih teman chieko. Di tengah keputusasannya dia menghubungi inspektur Kenji. Gw ga’ memuji keberanian artis jepang ini atas keberaniannya bugil dalam waktu yang cukup lama dan di shoot dari depan, menurutku itu berlebihan, tapi gw suka cara sutradanya membuat suasana clubbing yang hingar bingar dari sisi Chieko yang tuli.

Kepedihan yang dialami setiap tokoh dalam ke-2 film ini sangat mewakili keadaan nyata yang terjadi saat ini. Betapa kecurigaan berlebihan melahirkan banyak kesusahan. Mengapa tidak mengkomunikasikan dengan kepala dingin? Mungkin itu pertanyaan yang ingin disampaikan ke-2 film ini. Ya, komunikasi, itu yang terpenting, komunikasi dengan kepala dingin tanpa prasangka buruk!

Tuesday, March 13, 2007

The Pursuit Of Happyness & Marie Antoinette

Ketika Kebahagiaan Harus Diperjuangkan

Kedua film ini jelas berbeda dari berbagai sisi tapi gw melihat satu masalah yang sama yaitu bagaimana caranya mendapatkan kebahagiaan, different background, different situation, different way to reach the happiness but in the same direction "pursuit the happiness"

The Pursuit of HappYness (bukan I) menceritakan kisah perjalanan hidup Chrish Gardner (Will Smith) yang ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga kelindes truk dan dikencingin rame-rame (hehe mirip nasib temen yang satu ini). Chrish bekerja sebagai salesman untuk alat scanner tulang dengan angka penjualan yang sangat memprihatinkan, untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga, istrinya sampai harus mengambil 2shift kerja. Tapi itu pun belum cukup untuk membayar kontrakan yang udah nunggak, bayar pajak, bayar tagihan, dll. Istrinya yang sudah tahan lagi memutuskan untuk berpisah, pengasuhan anak jatuh ke tangan Chrish karena Chrish tidak ingin anaknya, Christhoper (Christopher Smith) bernasib seperti dia yang baru mengenal ayahnya setelah umur 28thn. Chrish akhirnya diterima sebagai pegawai trainee di perusahaan future setelah dengan gigihnya selalu mendekati staff HRD-nya, namun inipun tanpa gaji selama 6bln. Bersama anaknya mereka menjadi gelandangan, berangkat kerja dengan membawa baju dan tentu saja scanner-nya; berjuang mempertahankan scannernya dari pencurian akibat kebodohannya sendiri, karena hanya itu yang menghidupinya; mengurangi minum ditempat kerja agar bisa menelfon dengan efektif; bergegas pulang agar dapat antrian rumah singgah, fuihhh....beratzz. Berbeda dengan film kebanyakan dimana tokoh utamanya akhirnya berhasil & sukses maka selalu muncul kehidupannya yang "WAH" di akhir film, di film ini benar-benar dititikberatkan pada perjuangannya memperoleh kebahagiaan.

Marie Antoinette (Kirsten Dunst) menceritakan kisah seorang gadis muda yang demi kelangsungan kerajaannya, Austria dinikahkan dengan calon raja perancis Louis XVI (Jason Schwartzman). Di usianya yang masih sangat muda dia harus siap menjadi pusat perhatian, "all eyes will be on you" begitu pesan sang ibunda. Untuk mendapatkan tahta kerajaan Marie Antoinette harus segera memiliki keturunan, berulangkali ibunya mendesaknya untuk segera memiliki anak dan menyalahkan dia karena Louis XVI tidak pernah menyentuhnya. Dia semakin tertekan ketika adik Louis XVI memiliki anak terlebih dahulu. Untuk mengobati kegelisahannya dia mulai beraksi seperti layaknya wanita (kaya) pada umumnya, busana, model rambut, sepatu, topi dan tentu saja pesta. Atas bantuan kakak Marie, akhirnya Louis XVI bisa melaksanakan "tugas" dan merekapun dikaruniai 1 putri yang cantik dan 2 orang putra (yang salah satunya akhirnya meninggal). Dari kesenangannya berpesta dia bertemu seorang Comte ganteng (make bangetz) yang menjadi selingkuhannya. Kehidupan foya-foyanya yang terus berlangsung bahkan disaat masyarakat perancis kekurangan akibat membantu perang Amerika membuatnya di usir.

Kebahagiaan bagi tiap orang berbeda-beda wujudnya dan untuk meraihnya memilih jalan yang berbeda pula. Kebahagiaan menurut ukuran diri kita belum tentu sama dengan orang lain, sehingga qt tidak perlu memaksakan apa yang menurut qt bisa mendatangkan kebahagiaan, biarlah masing-masing menempuh jalannya sendiri menuju suatu hal yang bisa membuat hati bahagia, hal terpenting adalah "jangan pernah menyerah untuk meraih kebahagiaan"!

Monday, March 12, 2007

Dreamgirls & Walk The Line

Ketika kesuksesan mendatangkan kesusahan

Kedua film ini menceritakan perjalan karir penyanyi beserta lika-likunya. Gw ga' tau keduanya, baik group The Supremes yang digawangi Diana Ross maupun John Cash yang keduanya mungkin hidup di tahun 60an. Lagunya juga ga familiar, cuma lagunya john cash pernah ada yang denger 1 atau 2 lagu tapi sekarang juga dah lupa lagi.

Walk the Line menceritakan kisah John Cash (Joaquen Phoenix) yang mengawali karir sebagai sales dan terus menghidupkan mimpinya untuk menjadi penyanyi. Dengan bermodal gitar dan lagu yang ditulisnya sendiri akhirnya berhasil mengantarnya menjadi penyanyi top dan mempertemukannya dengan June Carter (Reese Witherspoon) penyanyi terkenal dan cantik yang membuatnya jatuh cinta (lagi). Kesuksesannya dipangung seperti juga yang dialami banyak artis tidak diikuti kesuksesan dalam kehidupan pribadinya terutama masalah cinta dan obat terlarang. John sangat terobsesi dengan June dan obat-obatan, hal inilah yang membuat perkawinannya dengan vivian berakhir. Cinta sejati John adalah June Carter dan dia berusaha meyakinkan June untuk bisa menerimanya, butuh perjuangan berat bagi John untuk mendapatkannya. Akhirnya cinta sejati itu pula yang menyembuhkannya ketika June bersedia menerima menjadi istrinya.

Dreamgirls menceritakan perjuangan 3 ce' yang pada awalnya hanya menjadi backing vokal James "thunder" Early (Eddy Murphi) akhirnya bisa menjadi group terkenal berkat tangan dingin sang manajer Curtis (Jamie Foxx). Untuk meningkatkan popularitasnya maka posisi lead vocal yang semula dipegang Effie White (Jennifer Hudson) digantikan oleh Deena Jones (Beyonce Knowles) yang jauh lebih cantik. Effie yang tidak menerima perubahan ini akhirnya memutuskan keluar, ketika dia berubah pikiran untuk kembali ke groupnya ternyata posisinya sudah digantikan orang baru. Bukan hanya dia kehilangan posisi di group tersebut, ia juga kehilangan kekasihnya, Curtis, yang akhirnya menikahi Deena. Karir Effie berbanding terbalik dengan kesuksesan Dreamgirls, namun kesuksesan inipun tidak mendatangkan kebahagiaan. James bunuh diri, Effie bersama adiknya yang dulu memilih mendukung Curtis mengajukan tuntutan hukum, Deena minta cerai dan akhirnya Dreamgirlspun bubar.

Walaupun keduanya mengangkat topik yang sama, gw lebih suka Walking The Line. Mungkin ini karena pengaruh gw yang suka ama film yang bisa bikin gw hanyut (oleh airmata), atau karena jenis music dreamgirls R&B jadul yang ga' terlalu gw sukai, atau karena penggarapan dreamgirls yang seperti panggung broadway (katanya diangkat dari sini juga) sehingga setiap moment lebih digambarkan via lagu. Tapi akting bintang-bintang yang ada di ke-2 film ini gw nilai cukup bagus, tidak salah kalo reese dan jennifer mendapatkan oscar atas peran brillian mereka.

Infernal Affair & The Departed

Ketika kualitas menjadi ukuran

KECEWA! itu yang gw rasain sewaktu melihat remake film Infernal Affair dengan The Departed yang secara film ini digawangi sutradara besar seperti Martin Scorsese yang bahkan diganjar oscar tahun 2007 ini. Ternyata kemilau bintang hollywood masih ga bisa menandingi akting cemerlang bintang asia seperti Andy Lau dan Tony Leung.

Film ini bercerita tentang aksi saling susup antara gangster dan polisi, dari gangster (Eric Tsang vs Jack Nicholson) menyusupkan Andy Lau vs Matt Damon dan kepolisian yang dipimpin Martin Sheen vs Anthony Wong menyusupkan Tony Leung vs Leonardo deCaprio. Dari ke-4 peran utama ini gw memenangkan Andy Lau, Anthony Wong dan Tony Leung dan menyisakan Jack Nicholson atas akting cemerlang mereka. Dan gw pengen menghajar Matt Damon atas akting buruknya (untuk kesekian kalinya) yang membuat film the Departed ga ada gregetnya. Lihatlah gimana Andy sebagai tokoh jahat bisa hadir dengan sangat mengagumkan dimata rekan kerjanya dan dimata kekasihnya. Leonardo emang ga jelak aktingnya, bahkan paling bagus aktingnya diantara pemain The Departed tapi masih kalah jauh dari mimik muka dan pancaran mata penuh ketakutan dan kegelisahan Tony Leung. Sedangkan Jack Nicholson walopun tidak terlalu bagus (entahlah gw slalu lihat Joker dimukanya) tapi emang lebih bagus jika dibandingkan Eric Tsang.

Perubahan sedikit Infernal Affair (IA) ke The Departed (TD) adalah kisah pacar Andy & Tony, kalau dalam IA keduanya memiliki pacar yang berbeda (dan tidak memerlukan bumbu seks) sedangkan dalam TD Leo dan Matt diceritakan memiliki pacar yang sama, yaitu seorang psikiater. Seharusnya tidak perlu ada kisah perselingkuhan, justru kesannya jadi "film" banget coz semua orang terkoneksi dengan mudah. Pengiriman sandi-nya juga lebih keren di IA yang cuman make kode ketukan bukan via sms. Kematian inspektur polisi-nya juga jauh lebih dramatis di IA (oh gosh...lihatlah muka Tony). Infernal Affair jelas jauh lebih bagus dari the Departed. Infernal Affair hadir menjadi trilogy, walopun agak membingungkan di IA 2 & 3 karena alurnya yang flashback tapi kalo diikuti semuanya, jalan ceritanya tidak akan membingungkan apalagi membosankan.

Asia hongkong memang banyak melahirkan film keren terutama yang dibintangi Andy Lau (he's my fav) Tony Leung, Anthony Wong dan Takeshi Kanesiro, yang semoga diikuti oleh Indonesia dengan menghasilkan karya BAGUS siapa tahu dilirik Hollywood, jangan hanya bisa mencontek mengadaptasi saja.


foto diambil dari sini dan sini

Friday, March 9, 2007

Apocalypto & Papua

Saat Perang menjadi pilihan tak terhindarkan

Gw menyandingkan dua hal yang berbeda karena baru saja gw baca berita tentang perang suku di papua yang sudah memakan korban jiwa (lagi) yang mengingatkan gw dengan film arahan Mel Gibson yang spektakuler, Apocalypto. Semoga perang di papua segera berakhir.

Apocalypto merupakan bahasa Yunani yang jika diterjemahkan berarti new beginning atau awal baru. Berlatar belakang kehidupan Maya kuno, film ini dipenuhi dengan adegan sadis perkelahian, pembunuhan sadis (biadab) yang kadang bikin gw ga' tega buat ngliatnya. Cerita diawali dengan kehidupan bahagia (dan lucu) jaguar paw dan kelompoknya, namun kemudian terusik dengan adanya serombongan orang yang melintas batas untuk menghindari pengejaran. Jaguar dan ayahnya tidak menceritakan kejadian ini ke warganya, hal ini untuk menghindari ketakutan. Tapi selagi matahari baru bersinar, kampung mereka telah di kepung dan banyak warganya yang dibantai. Jaguar paw berhasil menyelamatkan istrinya yang sedang hamil dan anaknya yang amasih kecil dengan memasukkan mereka ke dalam sumur, sementara ayahnya sendiri terbunuh didepan matanya.

Jaguar paw dan warga lainnya di ikat dan dibawa dalam perjalanan panjang dan penuh siksaan ke kota Maya. Wanitanya dijual sedangkan kaum pria akan dipersempahkan kepada dewa matahari dengan cara diletakkan di altar, dadanya disobek, diambil jantungnya dan kepalanya kemudian dipenggal dan dibuang dari puncak altar ke alun-alun yang penuh sesak orang. Ketika jaguar paw akan dipersembahkan, tiba-tiba datang gerhana matahari yang mereka yakini bahwa dewa matahari telah kenyang sehingga tidak perlu persembahan lagi. Nasib paw dan temannya untuk sementara terhindar dari kematian, dan merekapun dibebaskan. Pembebasannya dilakukan di lapangan terbuka, mereka diminta lari melewati lapangan dan jika selamat sampai di ladang jagung maka mereka dibebaskan. Tentu saja tidak ada yang selamat, paw juga tidak luput dari tombak tapi seorang temannya yang sedang sekarat berhasil membantunya dan paw-pun berhasil lolos dengan membunuh anak pimpinan kelompok pemburu ini. Dan mulailah usaha keras paw untuk mempertahankan hidup demi menemui anak istrinya dimulai. Benar-benar menegangkan, apalagi hujan mulai turun dan air mulai mengisi sumur tempat istrinya yang hamil tua dan anaknya bersembunyi. Di akhir film, keputusan yang di ambil oleh jaguar paw untuk menentukan jalan hidupnya merupakan penegasan judul film ini.

Mel Gibson bukan hanya brilliant dalam menggarap detil make up, aksesoris, tato, tapi pemilihan penggunaan bahasa (Maya?) juga menambah film ini terasa lebih nyata.

Thursday, March 8, 2007

Happy Feet & Over The Edge

Ketika Makanan Menjadi Hal Tersulit untuk Diperoleh


Benarkah manusia sudah terlalu rakus dan tidak mempedulikan lagi kelangsungan hidup makhluk hidup lainnya?? Memang begitulah kenyataannya, lihatlah (di Indonesia saja) penebangan hutan dengan membabi buta, menyulap rawa-rawa & sawah pertanian menjadi pemukiman ataupun penggunaan dinamit untuk menangkap ikan. Semua dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak ada habisnya. Sindiran ini sangat mengena lewat film animasi tentang kehidupan penguin dalam Happy Feet dan sekelompok hewan dalam Over the Egde.


Awalnya gw pikir Happy Feet akan seperti film documenter penguin yang terkenal itu tapi ternyata gw salah, bukan hanya bagaimana mereka meneruskan regenerasinya tapi dalam film ini banyak pesan yang disampaikan dengan indah. Seperti Mamble yang terlahir tanpa bakat yang seharusnya dimiliki penguin dan harus tersingkir dari pergaulan bahkan dari komunitas penguin, kekaguman mereka terhadap alien (manusia) dan usaha keras untuk mencari tahu mengapa ikan tidak lagi mudah diperoleh. Keingintahuan inipun melahirkan petualangan yang mendebarkan sekaligus menyedihkan, karena Mamble berakhir menjadi hewan tontonan saja. Tapi beruntunglah, masih banyak manusia berhati mulia yang mencari tahu pesan yang disampaikan Mamble bukan lewat nyanyian indah yang seharusnya dimiliki penguin tetapi lewat hentakan kakinya.


Tidak jauh berbeda dengan tema dari Happy Feet, Over The Edge juga menceritakan kekurangan makanan yang dialami kura-kura, landak, tupai dan rubah yang baru mengalami hibernasi dan mendapati tempat tinggalnya (hutan) telah berubah menjadi pemukiman elit. Kepolosan mereka dimanfaatkan oleh raccoon bernama RJ yang sedang mencari pengganti makanan untuk makanan beruang yang dicurinya. RJ mengenalkan pada kelompok ini tentang manusia dan segala makanan enaknya, dengan alas an untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka maka merekapun sepakat untuk mencuri. Pemilik rumah yang merupakan ketua asosiasi pemasaran kesal sekali dengan pencurian ini dan dengan makin banyaknya hewan yang berkeliaran dipemukimannya, sehingga dia mendatangkan petugas pembasmi hewan. Tapi RJ tidak kurang akal, sehingga merekapun berhasil melakukan pencurian besar-besaran. Namun sayang, karena sifat tamak RJ teman-temannya tertangkap dan akan dimusnahkan, sedangkan RJ dia bisa lolos dengan makanannya dan menyerahkannya kepada si Beruang.


Pesan yang dibawa film ini sangat kuat, kita dibawa melihat kegelisahan hewan yang semakin terancam keberadaannya di muka bumi karena kelicikan kepintaran manusia. Akankah manusia bisa lebih bijak dalam usahanya mempertahankan hidupnya dibumi ini?? Hmm jangankan untuk mikirin hewan, tetangga kampung kelaparan ampe busung lapar kita saya juga tidak peduli.